Batuan yang terbentuk dari proses pembekuan/pengkristalan lelehan materi bertemperatur tinggi yang mengalir dari daerah bagian dalam bumi menuju permukaan, termasuk hasil aktivitas gunung api. Produk utama adalah magma, materi lain yang diakibatkan terhamburnya lelehan ke permukaan bumi disebut lava (kristal batuan volcanic). Batuan ini biasanya berupa batu gunung yang massif dan tebal lapisannya. Mineral utama pembentuk batuan beku adalah kuarsa, feldspar, piroksin dan hornblende, mika, magnetit dan olivin. Contoh batuan beku adalah : obsidian, perlit, Andesit, basalt, dll.
Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium.
Emas native merupakan mineral emas yang paling umum ditemukan di alam. Sedangkan elektrum, keberadaannya di alam menempati urutan kedua. Mineral-mineral pembawa emas lainnya jarang atau bahkan langka.
Emas native mengandung perak antara 8 - 10%, tetapi biasanya kandungan tersebut lebih tinggi, dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau besi. Oleh karenanya, warna emas native bervariasi dari kuning emas, kuning muda, sampai keperak-perakan, bahkan berwarna merah oranye. Berat jenis emas native bervariasi antara 19,3 (emas murni) sampai 15,6 tergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6 maka kandungan peraknya sebesar 6%, dan bila berat jenisnya 16,9 kandungan peraknya sebesar 13,2%.
Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral-mineral yang biasanya membentuk batuan. Emas biasanya berasosiasi dengan sulfida (mineral yang mengandung sulfur/belerang). Pyrite merupakan mineral induk yang paling umum. Emas ditemukan dalam pyrite sebagai emas nativ dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang tergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Urutan selanjutnya Arsenopyrite, Chalcopyrite mineral sulfida lainnya berpotensi sebagai mineral induk terhadap emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalam batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi ( magnetit dan oksida besi sekunder), silica dan karbonat, material berkarbon serta pasir dan kerikil (endapan plaser).
Terkadang sulit mengidentifikasi emas dengan mineral yang menyerupainya, seperti pyrite, chalcopyrite, pyrrhotite, pentlandite dan mika berwarna emas. Pyrite berwarna kuning dengan bau khas logam dengan bentuk kristal kubus. Chalcopyrite juga kuning-kuningan dengan dengan bau khas logam tetapi bentuknya kristal bersegi empat. Sebuah uji kimia dengan menggunakan acid nitric (HNO3) mungkin diperlukan untuk membedakan pyrite dan chalcopyrite.
Pyrrhotite mudah diidentifikasi menggunakan batang magnet karena bersifat magnetis. Arsenopyrite adalah perak putih ke-abu-abu baja dengan kilau logam dan biasanya kristal berbentuk prisma. Arsenopyrite bila dipukul dengan palu sering tercium aroma bawang putih. Emas berbentuk butiran sedangkan bentuk mika adalah kepingan.
Ditinjau dari kajian metallurgi/pengolahan, ada tiga variasi distribusi emas dalam bijih :
1. Emas didistribusikan dalam retakan-retakan atau di batas di antara butiran-butiran yang sama (misalnya : retakan dalam butiran mineral pyrite atau di batas antara dua butiran pyrite)
2. Emas didistribusikan sepanjang batas di antara butiran-butiran dua mineral yang berbeda (misalnya : di batas antara butiran pyrite dan arsenopyrite atau di batas antara butiran chalcopyrite dan butiran silica.)
3. Emas yang terselubung dalam mineral induk (misalnya : emas terbungkus ketat dalam mineral pyrite)
(sumber : www.mineraltambang.com)
Gunung Sanggabuana
Di daerah Purwakarta, Kaldera Jatiluhur diidentifikasi berupa bentang alam cekunganyang sekarang telah menjadi Waduk Jatiluhur yang di dalamnya terdapat tubuh intrusi andesit berumur 2,0 ± 0,10 jtl. (Soeria-Atmadja dkk., 1994). Di sebelah baratnyaterdapat Gunung Api Purba Sanggabuana yang berumur lebih tua (5,35 ± 0,15, jtl., Soeria-atmadja), banyak intrusi andesit didaerah ini dilaporkan oleh Sudjatmiko (1972). Sebagaimana ditulis dalam Jurnal Geoaplika (2008)Volume 3, Nomor 2, hal. 047 – 061, yang berjudul “Tinjauan Geologi Gunung API Jawa Barat, Banten Dan Implikasinya”–oleh Sutikno Bronto (2008)
Salahsatu ciri keterdapatan emas di alam adalah adanya gunung api yang telah lama, atau tidak aktif lagi. Sehingga dikelompokkan kedalam gunung api purba. Gunung dengan tinggi 1291 mdpl atau 4236 kaki ini terletak di selatan Kabupaten Karawang Jawa Barat, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur di Sebelah selatan, Kabupaten Purwakarta di sebelah timur dan Kabupaten Bogor di sebelah barat.
Saat ini status kawasan hutan Gunung Sanggabuana masuk dalam kategori hutan produksi dan sedang diusulkan menjadi hutan lindung untuk mencegah meluasnya kerusakan hutan di wilayah tersebut.
Sumber Informasi Awal
Terdapat beberapa catatan sebagai informasi awal mengenai keterdapatan emas di Gunung Sanggabuana, diantaranya :
- Gugusan Gunung Sanggabuana termasuk di dalamnya Gunung Goong diyakini mengandung banyak kandungan emas. Namun jika dieksploitasi, akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang membahayakan kehidupan manusia (https://sites.google.com/site/pemdakarawangcocc/),
- Batu galena adalah batuan yang mengandung biji emas, biji tembaga, biji kuningan dan lain-lain yang belum dikaji. Lokasi potensi galian batu galena berada di Gunung Sanggabuana yang sulit untuk dijangkau karena berada di atas gunung. (https://sites.google.com/site/pemdakarawangcc/profil-pemda-karawang)
- Penelitiandalambidangsumberdaya mineral merupakanupayamenguasaiteknikpengolahanbahan-bahan mineral alamsecaraekonomis. Untuk itu selama Repelita V telah dilakukan berbagai penelitian mengenai teknik pengolahan bahan mineral, antara lain meliputi pengkajian cara-cara pengolahan pasirsilika, belerang, dolomit, dan Benton it untuk diproses menjadi magnesia, pupukkiserit, marmerdanjarosit, serta pemanfaatan arang kayu sebagai pereduksi dalam proses peleburan besi dan nikel menjadi besi nikel. Juga telah dilakukan pemetaan penyebaran tembaga, timbal, seng dan mangan di berbagai daerah yang diperkirakanberpotensi. Di antara temuan-temuan penting yang berhasil diperoleh dari penyelidikan sumberdaya mineral sampai akhir Repelita V adalah emas di GunungPongkor, GunungSanggabuana, dan Jampang Kulon, Jawa Barat, serta di TanaToraja, Sulawesi Selatan; bijihbesi di pegununganBobaris, Kalimantan Selatan; dan cadangan baru batu mulia di Pacitan, JawaTimur. (sumber, http://www.bappenas.go.id)
- Pengakuan Ita (55 tahun) dan anaknya bernama Daday (35 tahun) warga Kampung Cipaga Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang, pada tahun 2009 sampai tahun 2010, atau sekitar satu setengah tahun rumahnya dikontrak oleh sekelompok orang asing (luar negeri.red), terdiri dari 2 orang berperawakan bule, 2 orang lagi berperawakan biasa dengan mata sipit dan 2 orang penterjemah. Ita tidak mengetahui secara pasti dari negara mana mereka berasal dan apa yang dicari oleh mereka, tapi berdasarkan kegiatan yang dilakukannya, 4 orang asing itu membawa peralatan pengeboran mini, kamera, alat pendakian dan peralatan komputer. Dalam penjelajahan ke pegunungan Sanggabuana dan sekitarnya, selalu mengikutsertakan pemandu yang berasal dari warga sekitar yang dianggap mengetahui seluk beluk pegunungan Sanggabuana. “Berkarung karung sample batuan, tanah dan lempung diangkut oleh orang asing itu, dibawa entah kemana” tutur Ita.
- Alin (53 tahun), Gurandil dari Salopa Tasikmalaya yang pernah menyusuri Gunung Sanggabuana, menyatakan bahwa kandungan emas di Gunung Sanggabuana relatif rendah jika dibandingkan dengan gunung Pongkor di Bogor dan Anggai serta Airmangga di Maluku. “saya menyusuri pegunungan Sanggabuana pada tahun 1995-anbersama dengan beberapa teman yang sudah terbiasa mencari emas di pegunungan. Gunung Sangabuana memang mengandung emas, tapi sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang ada di Pongkor dan Maluku” terang Alin.
Perjalanan
Berbekal informasi awal dari berbagai sumber baik lisan maupun tulisan, akhirnya kami membentuk tim khusus menjelajahi Sanggabuana untuk memastikan kebenaran tentang adanya kandungan emas dan logam lainnya di jajaran Gunung Sanggabuana.
Dengan mengikutsertakan beberapa kru, beberapa orang gurandil yang pernah berpengalaman di beberapa lokasi tambang emas, saksi yang pernah mengikuti perjalanan ekspedisi orang asing yang pernah menjelajahi jajaran Gunung Sanggabuana dan guide dari warga kaki Gunung Sanggabuana yang mengenal seluk beluk gunung satu-satunya di Karawang tersebut. Targetnya adalah mengambil beberapa contoh batuan dan mengetahui secara pasti titik yang diduga mengandung emas atau logam lainnya, kemudian menguji dan mengkonsultasikan ke ahlinya.
Perjalanan dimulai dari Kampung Sinapeul Desa Wargasetra Kecamatan Tegalwaru, kampung dibawah kaki gunung Rungking yang bersebelahan dengan Gunung Goong dan Gunung Aseupan. Titik awal ini dipilih karena dianggap paling mudah jalur pendakiannya, dibandingkan memulai dari beberapa titik awal pendakian lainnya. Beberapa titik awal pendakian bisa dimulai dari Kampung Ciririp Purwakarta, Kampung Cipaganti Desa Mekar Buana atau dari wilayah Cariu Bogor.
Dengan perbekalan yang dirasa cukup untuk perjalanan selama 10 hari, peta dan GPS tracker, Tim pun mulai merambah naik turun perbukitan lalu menembus semak belukar pegunungan yang masih jarang dilalui manusia. Di Beberapa lokasi bahkan Tim harus membuat jalur sendiri.
Hari pertama, memulai perjalanan jam 08.00 WIB menempuh perjalanan kaki 6 jam 20 menit sampai di titik lokasi peristirahatan, tepat jam 14.20 WIB sampai di sebuah bukit yang cukup sunyi. Memiliki pelataran rumput yang cukup untuk membuat tenda penginapan sementara, terdapat mata air yang sangat jernih tak jauh dari tempat tenda tim, dengan pemandangan yang menakjubkan. Tempat ini dipilih, juga karena hanya ditempat inilah signal HP cukup kuat, sehingga komunikasi tetap berjalan lancar.
Hari kedua, Tim berangkat jam 8.00 WIB dari tempat penginapan semalam, menuju lokasi terjauh dari informasi guide, perjalanan memakan waktu 6 jam, sampai pada titik yang dimaksud. Jam 14.00 WIB kabut sudah mulai turun, menyulitkan pencarian dan penggalian. Sehingga Tim terpaksa harus membuat persiapan penginapan malam kedua dan pemetaan lokasi. Keesokan harinya (hari ketiga), Tim memulai kegiatan dengan memetakan kontur tanah dan batuan, sesuai petunjuk keterdapatan logam yang biasanya terdapat di area pegunungan. Selanjutnya menggali dan mengumpulkan sample batuan, lempung dan tanah yang diduga mengandung logam. Setelah dirasa cukup, tepat jam 13.00 WIB, tim kembali ke perkemahan malam pertama, dengan menembus kabut sore yang cukup berbahaya karena jalanan licin dan menyulitkan, ditambah kabut dan gelapnya cuaca sore di belantara Sanggabuana bagian selatan.
Hari keempat, dengan tujuan 2 titik lokasi yang juga diduga pernah didatangai sekelompok orang asing. Menempuh perjalanan sekitar 3 jam, dengan arah perjalanan yang berbeda dari perjalanan hari sebelumnya. Memulai kegiatan dan mengakhirinya sama seperti hari kedua dan ketiga, dengan mengambil sample yang dirasa cukup untuk dilakukan pengujian kandungan logam, kemudian kembali ke tempat perkemahan.
Hari kelima, salahsatu anggota tim mengalami kram kaki, badan menggigil dan suhu badan yang mulai meningkat panas. Tim mencoba mengobati dengan obat-obatan yang ada ditambah beberapa rebusan dedaunan yang disuguhkan salahseorang guide yang terbiasa menghadapi situasi ini. Kondisinya berangsur pulih dan segar kembali. Ketua Tim memutuskan untuk istirahat hari itu, menunda rencana pendakian ke titik yang seharusnya ditempuh pada hari kelima. Mengisi hari kelima dengan maving area ulang, membaca situasi alam yang kurang bersahabat karena mendung dan sekaligus menikmati panorama alam pegunungan yang indah luar biasa.
Hari keenam, Tim kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini dengan tidak mengikutsertakan salahsatu anggota yang masih dalam tahap penyembuhan dan seorang yang menemaninya. Menyusuri lembah, sungai alam yang masih asli, menerobos semak belukar, sampai ke titik yang dimaksud ditempuh hanya dengan perjalanan 2 jam 40 menit. Terlihat jelas phyrit yang menghampar ditanah dan batuan. Tak jauh dari lokasi tersebut terdapat goa yang jelas terlihat bahwa goa ini adalah goa buatan manusia, atau lebih tepatnya goa yang sengaja dibuat untuk mencari vein emas. Tim pun kembali melakukan penggalian dan mengambil sample di dua titik yang tidak berjauhan ini. Setelah jam menunjukan 14.35, kami kembali keperkemahan.
Hari ketujuh, Ketua Tim memutuskan untuk mengakhiri pencarian, karena contoh tanah, lempung dan batuan dirasa cukup. Apalagi ditambah dengan kenyataan contoh - contoh tersebut secara fisik dan kasat mata dipandang relatif sama dengan beberapa lokasi lainnya. Phyrite dan kalkophyrit mendominasi keterdapatan kandungan yang diambil sebagai bahan penelitian.
8 sample sudah didapat, masing masing 5 kg, untuk diteliti lebih lanjut akhirnya dibawa. Kembali ke kantor, dengan lebih santai dan lega. Perjalanan pulang dimulai jam 9.00 WIB, sampai di kampung pertama di kaki gunung jam 16.35 WIB. Perjalanan lebih lama, karena diisi dengan menyempatkan mandi di mata air, photo photo, bahkan memetik buah-buahan pegunungan sisa monyet Sangabuana yang masih cukup banyak.
Perjalanan yang sedianya dipersiapkan 10 hari, diakhiri hari ke 7 dengan sejuta cerita pengalaman di gunung yang masih hidup berbagai binatang tersebut.
Test Batuan
Test batuan digunakan dengan 3 cara sederhana, yaitu :
1. Sistem Amalgamasi / Gelundung
Bahan yang berupa batuan dihaluskan sampai 200 mesh, kemudian dimasukkan kedalam gelundung untuk diputar selama 8 jam tanpa henti, kemudian dimasukkan merkuri dan diputar kembali selama 4 jam untuk mengikat emas. Kemudian lakukan proses pembakaran dengan menambahkan pijer.
2. Sistem Sianidasi
Sistem sianidasi ini banyak digunakan dalam produksi emas dari batuan yang berjumlah besar. Ada beberapa cara pengolahan emas dengan sistem sianidasi ini, tetapi hanya melakukannya untuk kepentingan uji kandungan emas dalam batuan, lempung dan tanah yang diambil sebagai sample saja.
Salahsatu cara yang paling sederhana adalah : Tepung batuan atau lempung dimasukkan kedalam larutan KCL dan KOH, lalu masukan waterpump untuk menambah oksigen, kemudian ditutup rapat, endapkan selama 24 jam. Setelah dipisahkan larutan dengan endapan, larutan dicampur dengan HCL dan biarkan selama 2 jam, hingga tebentuk endapan pasta. Kemudian ambil pasta dengan menggunakan kertas saring dan biarkan sampai mengering. Kemudian lakukan proses pembakaran dengan mencampurkan pijer.
3. Test Aqua Regia
Batuan ditumbuk halus sampai 200 mesh, lalu dimasukkan ke dalam aqua regia (campuran HCL/3 dan NHO3/1). Lalu dilakukan penyaringan larutan pada proses elektrowinning. Untuk menguji ada tidaknya kandungan emas, diteteskan kimia pendeteksi kandungan emas ( dapat dibuat sendiri dengan menggunakan 5% Stannous Chloride / Tin Chloride ( SnCl2 ) yang dilarutkan dengan 95% HCL ) pada endapan hasil penyaringan, bila berwarna ungu ( disebut Purple of Cassius ) berarti ada emasnya. Stannous Chloride ( SnCl2 ) merupakan reagen untuk mengetes emas yang sangat sensitif, dan mampu mendeteksi hingga 10 ppb.
Dari ketiga test tersebut, dengan bahan yang sama, menghasilkan berat logam yang berbeda-beda. Ini membuktikan bahwa proses berpengaruh terhadap hasil. Tetapi dengan tiga cara tersebuT membuktikan bahwa contoh batuan, lempung dan tanah yang dibawa dari Gunung Sanggabuana memang mengandung emas, tembaga, perak, timah dan besi.
Inilah hasil perjalanan yang selanjutnya akan sangat berpengaruh terhadap kemungkinan eksploitasi tambang logam di Gunung Sanggabuana dan sekitarnya.
Temuan ini menyisakan banyak pertanyaan, diantaranya:
Apakah kandungan emas hanya terdapat di lokasi yang diambil sample nya atau menyebar disekitar Gunung Sanggabuana ? lalu berapa banyak kandungan emas di Gunung Sanggabuana ? pertanyaan lain, jika terdapat emas di Gunung Sanggabuana, apakah penambangannya tidak berbahaya bagi keberlangsungan hidup manusia di sekitarnya? mengingat Gunung Sanggabuana diapit dua waduk besar yakni Waduk Jatiluhur dan Waduk Cirata. Selain Gunung Sanggabuana adalah gunung satu satunya di Kabupaten Karawang.
0 komentar:
Post a Comment