Serapan anggaran menjadi barometer kemampuan kerja
pemerintah, rendahnya serapan anggaran menunjukkan rendahnya kinerja aparat
negara. Selain kinerja yang rendah, ternyata tercium bau korupsi menyengat
dibalik rendahnya serapan anggaran.
Serapan anggaran di mayoritas SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) jauh dari target yang dicanangkan, walaupun belum tutup buku
dan belum diketahui akhir dari serapan yang dapat dicapai, namun kecaman dari
berbagai pihak mulai bermunculan.
Aris Susanto, Ketua
Bidang Investigasi LPSE Watch
menyampaikan, “tak disangka, korupsi berpengaruh sangat besar terhadap
rendahnya serapan anggaran”. Aris
menunjukkan beberapa dokumen SPK, “perhatikan, ini SPK 3 perusahaan
berbeda-beda, tapi ruas jalan yang ditangani sama, satu ruas jalan
dipecah-pecah menjadi 3 paket proyek, ini akal bulus menghidari LPSE, walaupun
pemenang LPSE bisa diatur, tetapi harga LPSE itu adalah harga paket penunjukan
langsung (PL) yang dilelangkan, otomatis harga satuan proyek LPSE pasti lebih
rendah”.
Peraturan Presiden
(Perpres) 70 tahun 2012 mewajibkan seluruh SKPD melakukan lelang melalui LPSE
apabila nilai paket proyeknya diatas Rp 200 juta, untuk menghindari ketentuan
ini apabila ada proyek diatas Rp 200 juta maka oknum nakal akan
memecahnya menjadi beberapapaket proyek, karena sudah menjadi rahasia umum di
kalangan pemborong kalau bancakan LPSE persentasenya lebih rendah dibanding
paket proyek penunjukan langsung / lelang non LPSE. Seperti yang telah ditunjukkan
Aris Susanto kepada Pilar Republik, 1 ruas jalan senilai Rp 435 juta dipecah
menjadi 3 paket proyek yang dilaksanakan oleh 3 kontraktor berbeda,
masing-masing tiap paket proyek senilai Rp 145 juta, tentu nilai ini menjadi
tak wajib LPSE karena dibawah Rp 200 juta.
Aris menambahkan,
“kalau menggunakan tender LPSE ini hanya jadi 1 paket proyek, maka hanya
membutuhkan 1 kontraktor, 1 dokumen kontrak, 1 pengawas, 1 Berita Acara dan
lain-lain. Jika dipecah 3 paket, maka membutuhkan 3 kontraktor, 3 dokumen
kontrak, 3 pengawas, 3 Berita Acara”.
Lanjut Aris, “Pengawas dan pegawai terkait lainnya menjadi kerja tiga
kali lipat, tentu memakan waktu tiga kali lipat pula, pantas saja dari tahun ke
tahun serapan anggaran selalu rendah!”.
Bahkan Aris mengaku
mendapat informasi ada satu ruas jalan dipecah menjadi 4 paket proyek dengan 4
pemborong berbeda pula, “walaupun belum memperoleh data otentik, tapi saya
sudah survei tempatnya, ternyata benar 1
ruas dipecah jadi 4 paket proyek dan menurut warga setempat pelaksanaanya
sangat lama karena jeda pengerjaan antar pemborong cukup lama.”
Maka alasan
rendahnya serapan anggaran karena kurangnya pegawai menjadi terbantahkan oleh
fakta-fakta tersebut.

0 komentar:
Post a Comment