Friday, October 10, 2014

Biogas Sumber Energi Alternatif


Semua pihak kini menyerukan penghematan energi. Yang paling sering tentu penghematan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi. Penghematan ini sebetulnya harus telah kita gerakkan sejak dahulu karena pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi adalah sumber energi fosil yang tidak dapat diperbarui (unrenewable), sedangkan permintaan naik terus, demikian pula harganya sehingga tidak ada stabilitas keseimbangan permintaan dan penawaran. Salah satu jalan untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM) adalah mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbarui (renewable).



Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin, terutama di pedesaan, mereka yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik dari ranting-ranting kering dan tidak jarang pula menebangi pohon-pohon di hutan yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di sekitar kawasan hutan.
Sebetulnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan.
Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah energi biogas dengan memproses limbah bio atau bio massa di dalam alat kedap udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran ternak bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya. Namun, sebagian besar terdiri atas kotoran ternak.

Teknologi biogas
Gas methan terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. 
Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806
mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai methan. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan methan.
Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan.
Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO, The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia, 1981).
Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.
Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya elpiji.




Alat pembangkit biogas
Ada dua tipe alat pembangkit biogas atau digester, yaitu tipe terapung (floating type) dan tipe kubah tetap (fixed dome type). Tipe terapung dikembangkan di India yang terdiri atas sumur pencerna dan di atasnya ditaruh drum terapung dari besi terbalik yang berfungsi untuk menampung gas yang dihasilkan oleh digester. Sumur dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat fondasi rumah, seperti pasir, batu bata, dan semen. Karena dikembangkan di India, maka digester ini disebut juga tipe India. Pada tahun 1978/79 di India terdapat l.k. 80.000 unit dan selama kurun waktu 1980-85 ditargetkan pembangunan sampai 400.000 unit alat ini.
Tipe kubah adalah berupa digester yang dibangun dengan menggali tanah kemudian dibuat bangunan dengan bata, pasir, dan semen yang berbentuk seperti rongga yang ketat udara dan berstruktur seperti kubah (bulatan setengah bola). Tipe ini dikembangkan di China sehingga disebut juga tipe kubah atau tipe China (lihat gambar). Tahun 1980 sebanyak tujuh juta unit alat ini telah dibangun di China dan penggunaannya meliputi untuk menggerakkan alat-alat pertanian dan untuk generator tenaga listrik. Terdapat dua macam tipe ukuran kecil untuk rumah tangga dengan volume 6-10 meter kubik dan tipe besar 60-180 meter kubik untuk kelompok.
India dan China adalah dua negara yang tidak mempunyai sumber energi minyak bumi sehingga mereka sejak lama sangat giat mengembangkan sumber energi alternatif, di antaranya biogas.
Di dalam digester bakteri-bakteri methan mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas methan. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain. Biogas dihasilkan dengan mencampur limbah yang sebagian besar terdiri atas kotoran ternak dengan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya, dengan air yang cukup banyak.
Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah dicerna oleh bakteri methan atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.
Untuk permulaan memang diperlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahun-tahun. Untuk ukuran 8 meter kubik tipe kubah alat ini, cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di samping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan. Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa berlimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain.
Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu.
Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. Dalam jangka panjang, gerakan pengembangan biogas dapat membantu penghematan sumber daya minyak bumi dan sumber daya kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin imbauan pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat direalisasikan.




Biogas rumah

Banyak orang di Indonesia, seperti di banyak negara berkembang, memiliki akses terbatas ke sumber-sumber energi yang ekonomis dan nyaman digunakan. Untuk berbagai alasan, layanan energi yang disediakan oleh pemerintah atau sektor swasta sulit diakses oleh masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Kalaupun dapat diakses, masyarakat - terutama kaum miskin - dibebani oleh harga layanan yang mahal, membuat kondisi mereka bahkan semakin rentan secara ekonomi. Meskipun layanan energi berkelanjutan tidak akan mengatasi penyebab utama kemiskinan, ketersediaan energi terbatas akan menghalangi jalan mereka menuju kemakmuran.
Di banyak kebudayaan - terutama pada masyarakat miskin - perempuan dan anak-anak ditugaskan untuk memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. Mereka menjadi sangat bergantung pada bentuk bahan bakar fosil tradisional dan sumber daya alam seperti batu bara dan kayu bakar. Tugas mengumpulkan bahan bakar yang dilakukan rutin setiap hari tidak hanya memakan waktu, tetapi juga energi. Proses penggunaan bahan bakar tradisional membuat pengguna terpapar asap setiap hari, membuat mereka rentan terhadap infeksi saluran respiratorial dan penyakit mata.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di seluruh dunia, dan sebagai tindak lanjut KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan, pemerintah Belanda membuat program pembangunan berkelanjutan yang menekankan hubungan antara kemiskinan dan energi. Salah satu tujuan utama dari program ini adalah menyediakan akses ke layanan energi untuk 10 juta orang (2 juta keluarga) melalui sarana energi terbarukan berkelanjutan, termasuk biogas.
Pada 25 tahun terakhir, biogas rumah telah diterima secara luas di Asia. Aplikasinya di Negara Nepal dan Vietnam diakui sebagai sebuah kesuksesan oleh negara-negara lain seperti Cina, India, dan negara-negara Asia lainnya yang juga menerapkan teknologi biogas. Keberhasilan program ini adalah karena pendekatannya yang berbasis pasar, keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dan penekanan pada kontrol kualitas. Manfaat langsung dari program-program termasuk peningkatan status perempuan dan peningkatan kesejahteraan keluarga mereka.
Pada tahun 2008, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Indonesia, meminta Kedutaan Besar Belanda untuk mempelajari potensi biogas di Indonesia. Kedutaan kemudian menugaskan SNV untuk melakukan studi kelayakan. Hasil penelitian menunjukkan potensi biogas di Indonesia bisa mencapai satu juta unit dan tingkat pengembalian keuangan menguntungkan (FIRR) untuk petani. Berdasarkan itu, Hivos - didukung oleh SNV - memulai program biogas di (maksimum) delapan provinsi di Indonesia, dengan pendekatan multi-pemangku kepentingan pengembangun-sektor.
Teknologi biogas membawa banyak manfaat, termasuk berkontribusinya terhadap pemberantasan kemiskinan dan penyediaan ketahanan pangan yang lebih besar. Pendekatan BIRU untuk program ini akan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat setempat, membuka lapangan kerja baru, dan juga mempengaruhi ekonomi lokal. Meskipun Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) tidak secara spesifik menargetkan sektor energi, secara tidak langsung teknologi biogas tidak diragukan lagi memiliki dampak positif pada pemenuhan MDGs di negara-negara berkembang.
Program BIRU
Program Biogas Rumah Indonesia atau biasa disebut dengan BIRU adalah program 4 tahun yang dikelola dan diimplementasikan oleh Hivos (Institut Kemanusiaan untuk Kerjasama Pembangunan) dengan bantuan teknis dari SNV (Lembaga Pembangunan Belanda) yang bertanggung jawab untuk pertukaran pengetahuan selama fase implementasi program.
Dimulai pada 15 Mei 2009, program ini didanai seluruhnya oleh Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan didukungan penuh dari Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dari Kementrian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Tujuan pembangunan program Biogas Rumah secara keseluruhan adalah untuk mempopulerkan reaktor biogas rumah sebagai sumber energi lokal berkelanjutan melalui pengembangan sektor komersial berorientasi pasar, pada beberapa provinsi terpilih di Indonesia.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rumah tangga di maksimal delapan provinsi di Indonesia, dengan target konstruksi minimal 8,000 reaktor biogas rumah yang diharapkan dapat memberi beragam manfaat ganda.
Pemanfaatan teknologi biogas secara langsung berkontribusi terhadap naiknya tingkat kesejahteraan hidup rumah tangga di pedesaan khususnya bagi anak-anak dan perempuan. Hal ini sekaligus membuka kesempatan kerja dengan membuka sektor bisnis dan usaha (mulai dari pemasok hingga pekerja). Manfaat lain termasuk metode yang hemat waktu dan dana seperti pengurangan berbagai bahan bakar yang tidak terbarukan seperti kayu bakar, batu bara dan bahan bakar fosil yang telah terbukti merusak baik lingkungan dan kesehatan; mempromosikan hidup organik melalui penggunaan bio-slurry atau ampas biogas yang menyuburkan tanah sehingga menghasilkan panen perkebunan dan pertanian yang lebih tinggi hingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi lokal.
Pendanaan BIRU
Telah diakui secara luas bahwa energi memainkan peran penting dalam mendukung upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium dan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat miskin di seluruh dunia. Sebagai tindak lanjut dari KTT Pembangunan Berkelanjutan, pemerintah Belanda telah menformulasikan program aksi untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan kemampuan program untuk mengatasi hubungan antara kemiskinan dan energi yang memungkinkan akses ke jasa energi untuk 10 juta orang (2 juta rumah tangga) sebagai salah satu hasil yang diinginkan, pemerintah Belanda menyediakan EUR 500 juta untuk mempromosikan energi terbarukan di sejumlah negara berkembang.
Melalui Program Biogas Rumah Indonesia, Pemerintah Belanda mengalokasikan EUR 656,535 untuk memungkinkan pembentukan sektor biogas berorientasi pasar yang layak dan mandiri.
Program ini diimplementasikan mulai 15 Mei 2009 hingga 31 Desember 2013.
Kemitraan BIRU
Dalam pelaksanaan program BIRU, Hivos membangun kemitraan dengan sejumlah organisasi lokal di delapan provinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat (Lombok), Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (Sumba). Ada beberapa tipe kemitraan dalam BIRU yang membangun sinergi dan mempercepat pencapaian program:

1. Organisasi mitra pembangun (CPO)
Ini adalah skema kemitraan utama dalam program BIRU. Mitra terpilih berperan untuk membangun setidaknya 100 unit reaktor BIRU di daerah mereka. CPO yang terpilih harus mampu mengelola setidaknya satu tim tukang. CPO terkait menandatangani perjanjian kerjasama dengan Hivos dan wajib mematuhi aturan yang ditetapkan dalam kontrak ini dan mematuhi standar kualitas BIRU yang telah ditetapkan. 

Lembaga yang menjadi mitra konstruksi harus memiliki hubungan dengan kelompok tani atau ternak untuk mendapatkan pasar, misalnya dengan koperasi susu. Klik di sini untuk melihat profil Organisasi mitra pembangun BIRU yang ada di Indonesia.

2. Organisasi mitra penyedia kredit (LPO)
Peran utama dari organisasi mitra penyedia kredit adalah untuk memberikan kredit kepada calon pengguna yang ingin membangun reaktor BIRU. Lembaga keuangan yang tertarik untuk berpartisipasi program BIRU dengan menyediakan kredit berbunga rendah bagi rumah tangga dapat menjadi organisasi mitra penyedia kredit. Organisasi ini bisa terdiri dari bank nasional, bank regional, dan lembaga keuangan mikro termasuk koperasi susu yang memiliki unit simpan pinjam (menawarkan kemungkinan pembayaran melalui setoran susu). Klik di sini untuk melihat profil dari organisasi mitra penyedia kredit BIRU yang ada di Indonesia.

3. Organisasi mitra pembanguna BIRU dan penyedia kredit (CPO & LPO)
Jenis kemitraan ini adalah kombinasi antara penyediaan layanan untuk pembangunan reaktor BIRU dan penyediaan kredit mikro bagi para calon pengguna. Sejumlah koperasi susu di Jawa Timur memiliki kapasitas untuk melakukan kedua hal ini; yaitu membangun reaktor BIRU dan sekaligus menyediakan program kredit berbunga rendah kepada para anggotanya. Klik di sini untuk melihat profil dari CPO dan LPO yang ada di Indonesia.

4. Organisasi mitra pelatihan (TPO)
Organisasi mitra pelatihan berperan memberikan pelatihan terkait peningkatan kapasitas di bidang konstruksi dan bidang lain yang dianggap relevan untuk mendukung pelaksanaan program. Klik di sini untuk melihat profil dari Organisasi mitra pelatihan BIRU yang ada di Indonesia.

Biogas Sumber Energi Alternatif Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Post a Comment