Thursday, October 16, 2014

Tikus-Tikus Proyek, Koruptor Kelas Kakap


Tikus Kantor
Tikus Tikus Kantor
Kisah usang tikus tikus kantor
Yang suka berenang di sungai yang kotor
Kisah usang tikus tikus berdasi
Yang suka ingkar janji lalu sembunyi

Dibalik meja teman sekerja
Didalam lemari dari baja

Kucing datang cepat ganti muka
Segera menjelma bagai tak tercela
Masa bodoh hilang harga diri
Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi

Tikus tikus tak kenal kenyang
Rakus rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang tikus menghilang

Kucing kucing yang kerjanya molor
Tak ingat tikus kantor datang menteror
Cerdik licik tikus bertingkah tengik
Mungkin karena sang kucing pura pura mendelik

Tikus tau sang kucing lapar
Kasih roti jalanpun lancar
Memang sial sang tikus teramat pintar
Atau mungkin si kucing yang kurang ditatar
(Lagu Iwan Fals)


Secara konseptual, ada 3 (tiga) tahapan dalam sistem pengelolaan anggaran, yakni: Pertama, tahap perencanaan. Kedua, tahap pelaksanaan. Ketiga, Pengendalian dan Pengawasan.
PERENCANAAN dan PEMBAHASAN
Dalam tahap perencanaan ada 18 (delapan belas), yakni: Jaring Asmara, Musrenbangdes, Forum SKPD, Musrenbang Kabupaten, Musrenbang Propinsi, Penentuan Arah Kebijakan Umum APBD, Musrenbangnas, Penentuan Strategi Dan Prioritas Apbd, Penyusunan Rask, Pembahasan Aku APBD, Survey/ Study Kelayakan, Evaluasi Dan Seleksi Rencana Anggaran Satuan Kerja, Pembahasan Pra RAPBD (Asistensi Rask), Sidang Pari Purna Pembahasan Rapbd Dan Penetapan Apbd, Keputusan Penjabaran APBD, Penyusunan Dan Pengesahan Dask, Penetapan Bud Dan Pembantu Bud Dan Satuan Pemegang Kas.
Dalam tahap perencanaan ini ada sejumlah titik rawan terjadinya korupsi yakni: Pertama, Musrenbangdes.  biasanya Musrenbangdes dilakukanakan tetapi design program yang disususn adalah design program dari instansi tertenu, dan Musrenbangdes hanya sebagai sosialisasi program. Masyarakat dipaksa dan secara terpaksa mengikuti keinginan atau kebutuhan instansi. Kedua, Musrenbangcam. Seluruh desa pada kecamatan di undang untuk mengikuti Mesrenbangcam, akan tetapi biasanya hasil yang diusulkan sudah di design sedemikian rupa sehingga kepentingan pemerintah kecamatan akan lebih dominan. Masalah lain dari proses musrenbang baik itu pada level desa maupun kecamatan adalah Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP No. 72 tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan. Selain itu, Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (Misalnya, Permendagri No. 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
Pembahasan Tim anggaran eksekutif dengan Panitia Anggaran (DPRD). DPRD menekan eksekutif agar eksekutif mengikuti “keinginan” sejumlah kepentingan anggota DPRD. Biasanya DPRD menitipkan sejumlah proyek pada instansi tertentu (agar dapat lolos), maka instansi terkait “mengiyakan” keinginan sejumlah anggota DPRD, dari pada usulannya ditolak. Sebagian oknum anggota Dewan sudah mulai meminta jatah fee kepada rekanan pada tahap ini.
Disamping itu, ada juga fakta bahwa usulan belanja cenderung dimark-up, sebaliknya usulan pendapatan/penerimaan cenderung dimark-down; ditetapkan lebih rendah dari target sebenarnya. Fakta lainnya adalah dalam tahap perencanaan, biasanya Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislative ini selain motif uang fee, kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative. Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD misal dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk menjawab “permintaan masyarakat”. Pagu dana ana aspirasi biasanya ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan mempertimbangkan sisa anggaran hasil lobi panitia anggaran.
Sidang Paripurna Pembahasan RAPBD dan Penetapan APBD. Biasanya DPRD maupun eksekutif  mengundang beberapa stekholders untuk mengikuti persidangan sebagai pendengar, dan dengan melibatkan DPRD dan eksekutif memandang bahwa proses penyusunan APBD dilakukan sudas secara transparan dan partisipatif. Padahal, cuma sekedar simbolis semata. Di beberapa kasus bahkan ketok palu Paripurna menunggu kesepakatan antara eksekutif dengan legislatif.
Pada 28 Desember 2012 lalu, ICW pernah menggelar jumpa pers, bertajuk “review korupsi olitik 2012 dan outlook korupsi 2013” tentang laporan korupsi politik 2012 dan prediksi korupsi politik 2013. “Kongkalingkong antara eksekitif dan legislatif inilah yang menggerus uang rakyat. Baik yang mega skandal maupun kasus-kasus kecil tapi rutin. Ini memprihatinkan, terutama menjelang tahun 2014. Disinyalir muara dari kasus korupsi politik adalah pendanaan politik Pemilu tahun depan. 2013 menjadi tahun rawan menjelang Pemilu tahun 2014” jelas Apung Widadi, dari ICW.
Sementara itu kalangan DPR RI meminta kewenangannya membahas anggaran dipersempit. Langkah ini untuk menekan praktik korupsi di parlemen, sekaligus sebagai tanggapan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan parlemen sebagai lembaga terkorup.
"Kewenangan DPR terlalu luas, sehingga potensial melakukan penyimpangan. Ini masukan, saya termasuk yang setuju DPR tidak perlu bahas anggaran sampai satuan ketiga, terlalu detail. DPR cukup bahas makronya saja," kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR RI, Trimedya Panjaitan di di gedung DPR RI, Jakarta.

Sub 1
Dari segi produk hukum tentang alur perencanaan dan penganggaran terdapat beberapa perundang-undangan yang menyebabkan multy-interpretasi. Contohnya, sebagai berikut:
- Pertama, Pada UU No. 17/2003, tentang Keuangan Negara dan UU No. 33/2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Renja SKPD disusun berdasarkan prestasi kerja, sementara UU No. 25/2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan UU No. 32/2004, tentang Pemerintah Daerah tidak memerintahkan hal ini. UU 32/2004, tentang Pemerintah Daerah, menyatakan RKA SKPD yang disusun berdasarkan prestasi kerja. Pertanyaannya, apakah Renja SKPD dan RKPD sama.
- Kedua, Pada UU No. 25/2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Renja SKPD berpedoman pada Renstra SKPD dan mengacu pada RKPD. Sementara pada UU No. 32/2004, tentang Pemerintah Daerah, Renja SKPD dirumuskan dari Renstra SKPD, tanpa memerintahkan mengacu kepada RKPD. Sedangkan pada UU No. 33/2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, menyatakan Renja SKPD penjabaran dari RKPD tanpa berpedoman pada Renstra SKPD.
- Ketiga, Pada UU No. 32/2004, tentang Pemerintah Daerah, KDH menetapkan prioritas dan plafon. Sementara pada UU No. 17/2003, tentang Keuangan Negara dan UU No. 33/2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, prioritas dan plafon dibahas bersama DPRD dan Pemda.
- Keempat, Pada UU No. 32/2004, tentang Pemerintah Daerah, prioritas dan plafon yang telah ditetapkan kepala daerah dijadikan dasar penyusunan RKA SKPD. Sedangkan UU No. 17/2003, tentang Keuangan Negara dan UU No. 33/2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, prioritas dan palofon sementara yang dibahas DPRD dengan Pemda yang dijadikan acuan penyusunan RKA SKPD.
- Kelima, Pada UU No.  32/2004, tentang Pemerintah Daerah, RKA SKPD disampaikan kepada PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) sebagai dasar penyusunan RAPBD. Sedangkan UU No. 17/2003, tentang Keuangan Negara dan UU No. 33/2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah RKA SKPD disampaikan ke DPRD untuk dibahas, hasilnya disampaikan ke PPKD.
- Keenam, Pada UU No. 17/2003, tentang Keuangan Negara, hak DPRD untuk mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dan antisipasinya jika RAPBD tidak disetujui. Sedangkan pada UU No. 33/2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan UU No. 32/2004, tentang Pemerintah Daerah,  tidak memerintahkan hal ini

PELAKSANAAN
Tahap pelaksananan meliputi 6 (enam) kegiatan, yaitu: Asistensi Dask, Penyerahan Dask, Pembentukan Panitia dan Proses Tender, Kontrak/Konstruksi, Perubahan APBD, PHO (Provisional Hand Over/Penyerahan tahap Pertama). Walaupun demikian sebenarnya aktivitas utama dalam tahap pelaksanaan adalah realisasi penerimaan daerah dan Realisasi pengeluaran daerah (belanja barang, belanja langsung dan belanja tidak langsung). Titik rawan terjadinya korupsi pada tahapan pelaksanaan ini adalah: Pertama, pada saat belanja barang. Tindak korupsi yang terjadi pada momen ini diantaranya Mark Up (penggelembungan harga), Mark Down, manipulasi kwitansi, manipulasi barang, memberikan uang komisi, sisa diskon yang tidak dilaporkan. Kedua, belanja langsung. Biasanya yang terjadi Proyek penunjukan langsung dan yang ditunjuk  adalah orang yang dekat dengan pengelola proyek atau penguasa, uang komisi mark up, pembelian barang, dsb. Ketiga, belanja tidak langsung.  Bisanya disini terjadi Mark Up (penggelembungan harga), Mark Down, manipulasi kwitansi, manipulasi barang, memberikan uang komisi, sisa diskon yang tidak dilaporkan, inefisiensi dalam pembelanjaan, dsb. Keempat, untuk kegiatan Pembentukan panitia tender, proses tender, pada saat pelaksanaan proyek.
Hal lain yang cukup mengganggu anggaran pelaksanaan khususnya di proyek-proyek fisik adalah ‘pemerasan’ sejumlah oknum anggota LSM, oknum Ormas, oknum Aparat, Oknum Karangtaruna, bahkan di beberapa kasus melibatkan oknum tokoh masyarakat setempat. Modusnya dengan mengancam menghentikan kegiatan apabila tidak menyetor sejumlah uang dengan jumlah yang beragam. Di Kabupaten karawang, pekerjaan fisik pembangunan jalan bisa dimintai antara 3- 5 juta rupiah. Ini jelas sangat berpengaruh kepada nilai anggaran yang direalisasikan terhadap proyek / kegiatan yang didanai APBD. Karena pihak rekanan akan memasukkan pengeluaran itu kepada biaya proyek, walaupun diakali dengan pengeluaran pada pos tertentu. Walhasil, berpengaruh kepada kualitas pekerjaan.

PENGAWASAN
Untuk tahap Pengendalian dan Pengawasan ada 4 (empat) aktivitas yaitu: Monitoring, Rapat Koordinasi Dan Evaluasi, Pelaporan, Berita Acara Penyerahan Program /Kegiatan. Titik rawan terjadinya korupsi dalam tahap Pengendalian dan Pengawasan ini adalah: Pertama, Evaluasi/pemeriksaan proyek oleh BAWASDA/BPKP/BPK. Pada aktivitas ini biasanya tim pemeriksa diberikan uang sogokan, fasilitas yang mewah dengan pelayanan yang istimewa, agar hasil pemeriksaan tidak dipersoalkan oleh tim pemeriksa. Kedua, LKPJ Kepala Daerah. Dalam kegiatan ini yang sering terjadi Kepala daerah memberikan laporan yang menggambarkan tingkat keberhasilan program pada hal realitanya adalah sebaliknya. Pada saat melakukan LKPJ, biasanya DPRD melakukan kritik yang tajam terhadap LKPJ kepala daerah akan tetapi ujung-ujungnya menerima begitu saja cacat-cacat yang ada.
Fakta lain dari proses pengawasan pada saat berlangsungnya kegiatan adalah ‘ketentuan’ tidak tertulis,  rekanan yang diharuskan menyetor kepada pengawas kegiatan dari instansi yang terkait pekerjaan tersebut dengan angka rata-rata 1-2 % dari total nilai proyek/kegiatan.


Tikus-Tikus Proyek, Koruptor Kelas Kakap Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Post a Comment